Inklusi Ekonomi Syariah Haram Mengharamkan Biksu sebagai Pengguna

Inklusi Ekonomi Syariah Haram Mengharamkan Biksu sebagai Pengguna

 


Inklusi Ekonomi Syariah Haram Mengharamkan Biksu sebagai Pengguna

“Ekonomi syariah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kemaslahatan, kebersamaan, dan keseimbangan, sebagaimana nilai-nilai kebajikan lainnya yang kita yakini dalam rangka pengelolaan sumber daya titipan Tuhan.”

(Rosmaya Hadi, Deputi Gubernur Bank Indonesia)

Semua bermula dari suatu pagi, penulis iseng menanyakan kepada teman-teman di WhatsApp, “Eh, kalau mendengar ekonomi syariah, apa sih yang pertama kali terpikirkan?” Coba tebak apa saja jawaban mereka? Benar, hanya seputar “riba” saja. Sebuah pertanyaan pun muncul, mengapa jarang sekali yang menjawab sukuk, mudharabah, asuransi syariah, dan ribuan aspek ekonomi syariah lainnya? Kemudian, mengapa masyarakat beranggapan layanan syariah hanya boleh diakses umat Islam saja? Penyebab menjamurnya ribuan pertanyaan tersebut tak lain dan tak bukan karena rendahnya inklusi ekonomi syariah di tengah masyarakat.

Apa Itu Inklusi Ekonomi Syariah?

Sebelum kita gali lebih dalam, hendaknya kita pahami terlebih dahulu definisinya. Menurut Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia (2014), keuangan inklusif adalah seluruh upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Begitu pula dengan inklusif ekonomi syariah. Bukan cuma bapak-bapak berpeci dan ibu-ibu berjilbab saja yang berhak mendapat kenyamanan mengakses layanan syariah, tetapi para biksu yang sedang berdoa di vihara serta pastor di gereja juga memiliki kesempatan yang sama.

Selain tidak membedakan secara demografi, inklusi ekonomi syariah juga berkaitan erat dengan literasi keuangan syariah. Bagaimana masyarakat bisa tahu kalau ada yang namanya ‘sukuk’, ‘saham syariah’, ‘risk sharing’, dan kosakata ekonomi syariah lainnya, sedangkan masih sedikit ketersediaan informasi mengenai hal tersebut?

Mengapa Inklusi Ekonomi Syariah Wajib Diterapkan?

Sebagai seorang Muslim, tentu kita sama-sama sepakat kalau Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, bukan? Sebagaimana firman Allah pada surah Al-Anbiya’ ayat 107 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. Inti utama dari inklusi ekonomi syariah berada pada makna ayat tersebut.

Menurut Syekh Sulaiman al-Jamal (dalam Imam, 2020), ayat ini secara tegas menekankan kepribadian Rasulullah yang penyayang kepada sesama, baik Muslim maupun bukan. Harapannya, umat Islam tidak menjadi sumber masalah, kutukan, dan hal-hal negatif lainnya, melainkan sebagai cahaya terang di tengah gelapnya dunia. Dengan inklusi ekonomi syariah, diharapkan layanan keuangan syariah tidak hanya diakses oleh mereka yang beragama Islam, tetapi juga mereka yang beragama lain. Bukankah Islam adalah rahmatan lil ‘alamin? Maka, sah-sah saja dong kalau umat agama lain bisa merasakan kenyamanan layanan keuangan syariah.

Bagaimana Kondisi Inklusi Ekonomi Syariah di Indonesia?

Jawaban singkatnya, tertampar bolak-balik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat inklusi keuangan syariah tahun 2020 baru mencapai 9,1%. Begitu pula dengan tingkat literasi keuangan syariah tahun 2020 yang hanya mencapai 8,9%. Mencapai 10% saja tidak, sungguh realita miris bagi negara mayoritas Islam di tengah era digitalisasi.

Memang benar pada tahun 2020 total aset keuangan syariah tumbuh sebesar 21,84%, tetapi bukan menjadi alasan untuk cepat berpuas diri. Apa gunanya aset berlimpah tetapi lupa diri, bahwasanya masih ada kesenjangan dalam mengaksesnya? Sama ibaratnya dengan pertumbuhan ekonomi yang meroket, tetapi tidak dibarengi pembangunan ekonomi berkeadilan.

Bukan Cuma Berfokus pada ‘Cuan’

“Ekonomi syariah diharapkan tidak menjadi eksklusif milik kaum muslim saja. Namun, dapat juga dinikmati seluruh lapisan masyarakat demi mendorong roda perekonomian,” tegas Deputi Gubernur Bank Indonesia pada Rosmaya Hadi pada Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia 2019.

Sekilas, pernyataan beliau menggambarkan inklusi keuangan syariah hanya berputar pada urusan keuangan saja tanpa memperhatikan etika-etika keislaman yang terkandung dalam ekonomi syariah. Daripada suudzon, bukankah lebih baik kita pandang sudut positifnya? Coba kita pikir bersama mengenai maraknya penerbitan sukuk, wakaf uang, dan pendirian Bank Syariah Indonesia. Kita akui kalau promosi layanan syariah secara besar-besaran akhir-akhir ini akan meningkatkan pundi-pundi cuan. Tetapi, bukankah itu menjadi kesempatan emas untuk mengenalkan keunggulan layanan syariah yang selama ini dipandang sebelah mata?

Bukti terdekatnya, seorang teman penulis beragama Kristen memiliki beberapa bagian saham BRI Syariah yang notabene berupa saham syariah. Belum lagi transformasi wakaf uang yang tidak hanya berputar untuk masjid, tanah kuburan, dan madrasah saja, tetapi sudah menyentuh ranah problematika nasional seperti pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan sosial dan bantuan kaum dhuafa (Badan Wakaf Indonesia, 2021).

Maka, esensi dari inklusi ekonomi syariah sudah selayaknya tidak hanya berfokus pada umat Islam saja, melainkan kepada seluruh umat manusia tanpa penggolongan apapun. Hal ini akan memperkuat pernyataan bahwa ekonomi syariah bukanlah mencari eksistensi belaka, tetapi merumuskan solusi yang nyata (Hilman, 2017).

Bagaimana Mewujudkan Inklusi Ekonomi Syariah di Indonesia?

Cara jitu pertama yaitu mempersiapkan sumber daya manusia yang handal menangani ekonomi syariah. Sebagaimana kita ketahui, atap dari pilar ekonomi syariah yaitu akhlak (Karim, 2014). Maka, lucu rasanya kalau penanganan ekonomi syariah dilakukan oleh seseorang yang belum paham sepenuhnya tentang ekonomi syariah. Oleh karena itu, kecakapan ekonomi syariah sangat dibutuhkan agar sistem ini bukan numpang eksis, tetapi terjalankan secara menyeluruh. Jadikan ekonomi syariah sebagai solusi, bukan coretan indah kumpulan teori.

Kedua, memaksimalkan potensi lembaga keuangan syariah dalam segi pelayanan, produk, dan promosi. Mengapa lembaga keuangan syariah? Hal ini dikarenakan lembaga keuangan syariah memiliki peran utama dalam merumuskan regulasi dengan pemangku kebijakan (pemerintah terkait) sehingga tercipta dukungan pengembangan yang inklusif (Hidayatullah, Irawan, & Herwandi, 2019).

Ketiga, Badan Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menyediakan pembiayaan dan pelatihan manajemen keuangan kepada pelaku UMKM serta memonitoringnya. Output yang diharapkan dari hubungan baik antara BPRS dengan UMKM tersebut yaitu meningkatnya kesejahteraan dan meningkatnya literasi keuangan (Rifa’i, 2017).

Keempat, kolaborasi lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT dengan masjid, Islamic Center, UMKM, kampus, sekolah, dan lembaga lainnya. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapat kemudahan akses terhadap keuangan syariah tanpa perlu pergi jauh dari rumahnya. Hal ini juga menjadi strategi jitu dalam diversifikasi costumer segmentation, di mana perbankan syariah lebih pada ranah kalangan menengah atas, kemudian lembaga keuangan mikro berfokus pada pembiayaan mikro serta pemberdayaan masyarakat. Lebih idealnya lagi ketika dapat terjalin kolaborasi antar lembaga keuangan syariah. (Norman, 2020).

Terakhir, perlunya diversifikasi produk keuangan syariah. Walaupun ekonomi syariah Indonesia menganut mahzab mainstream, produk keuangan syariah harus memiliki sebuah keunikan dan ciri khas tersendiri. Hal ini sangat penting agar produk keuangan syariah memiliki daya saing dengan produk keuangan konvensional dalam segi layanan, inovasi, dan kenyamanan (Santoso dalam Faqir, 2021). Produk seperti peer to peer lending syariah, sukuk, wakaf uang, saham syariah, dan pembiayaan murabahah merupakan beberapa produk membawa ciri khas dari perekonomian syariah. Harapannya, inovasi teknologi dapat membawa ranah produk ekonomi syariah lebih berkembang dan menjadi solusi dari permasalahan masyarakat.

Sebuah Harapan

Dengan tingkat inklusivitas dan literasi yang rendah, mewujudkan inklusi ekonomi syariah di Indonesia pasti penuh tantangan. Namun, potensi mayoritas penduduk Muslim ini tidak boleh disia-siakan. Sinergitas antara pemerintah, praktisi handal, dan masyarakat harus dijalin rapi demi terciptanya kenyamanan bersama dalam merumuskan regulasi. Karena kita yakin dan percaya, ekonomi syariah hadir untuk sembuhkan ekonomi dunia. Jangan sampai kita merusak idealisme yang akan terwujud sebentar lagi, insya Allah.


Penulis: Aryadimas Suprayitno


Daftar Pustaka

Badan Wakaf Indonesia. (2021). Menelisik Manfaat Potensi Wakaf Uang untuk Bantu Kaum Dhuafa. Diambil dari https://www.bwi.go.id/5926/2021/02/05/menelisik-manfaat-potensi-wakaf-uang-untuk-bantu-kaum-dhuafa/..

Buchori, A. (2019). BI Sebut Ekonomi Syariah Merupakan Konsep Inklusif. Diambil dari https://www.antaranews.com/berita/1059172/bi-sebut-ekonomi-syariah-merupakan-konsep-inklusif.

Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia. (2014). Booklet Keuangan Inklusif. Diambil dari https://www.academia.edu/36441620/Booklet_keuangan_inklusif.

Faqir, A.A. (2021). OJK: Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah di Indonesia Masih Rendah. Diambil dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4480107/ojk-literasi-dan-inklusi-keuangan-syariah-di-indonesia-masih-rendah#:~:text=Indeks%20inklusi%20keuangan%20syariah%20juga,sudah%20mencapai%2076%2C19%20persen.&text=Saat%20ini%20tercatat%20hanya%209,dari%20aset%20industri%20keuangan%20nasional.

Hidayatullah, I., Irwan, M., & Herwanti, T. (2019). Peran Bank Syariah dalam Mengimplementasikan Inklusi Keuangan Syariah di Kecamatan Sakra Timur Kabupten Lombok Timur NTB. JURNAL LENTERA : Kajian Keagamaan, Keilmuan Dan Teknologi18(1), 40-54. Diambil dari https://ejournal.staimnglawak.ac.id/index.php/lentera/article/view/100

 

Hilman, R.S. (2017). Ekonomi Islam Sebagai Solusi Krisis Ekonomi. Falah: Jurnal Ekonomi Syariah, 2(2), 117-130. Diambil dari http://202.52.52.22/index.php/JES/article/view/5100/5061.

 

Imam, R. (2020). Tafsir Surah Al-Anbiya Ayat 107: Maksud Nabi Diutus sebagai Rahmat bagi Alam Semesta. Diambil dari https://bincangsyariah.com/khazanah/nabi-diutus-sebagai-rahmat-semesta/

Karim, A.A. (2014). Ekonomi Mikro Islami. Depok: Rajawali Pres, Edisi Kelima.

 

Norman, E. (2020). Kebijakan Keuangan Inklusif dalam Perspektif Ekonomi Syariah. Reslaj: Religion Education Social Laa Roiba Jornal, 2(1), 33-40. Diambil dari http://journal.laaroiba.ac.id/index.php/reslaj/article/view/134/122.

 

Respati, A. (2019). BI: Ekonomi Syariah Harus Inklusif untuk Semua Lapisan Masyarakat. Diambil dari https://keuangan.kontan.co.id/news/bi-ekonomi-syariah-harus-inklusif-untuk-semua-lapisan-masyarakat.

Rifa’i, A. (2017). Peran Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Mengimplementasikan Keuangan Inklusif Melalui Pembiayaan UMKM. Ikonomika: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 2(2), 177-200. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ikonomika/article/view/1639/pdf.