Sistem perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW merupakan sistem
ekonomi yang berdasarkan syariat islam dan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah Rasul. Sejumlah aturan yang tertanam pada landasan perekonomian
tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaliknya tidak melakukan sesuatu. Tentu aturan-aturan yang tersebut dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik agama diri, akal, harta benda maupun nasab keturunan.
Rasulullah memulai implementasi perekonomian islam sejak diutusnya beliau sebagai utusan Allah SWT pada usia 40 tahun. Sistem perekonomian islam tampak cerah bukan pada masa Makkah, namun mulai pada masa Madinah atau hijrahnya Rasulullah ke kota Yastrib (Madinah). Ketika itu, kehidupan umat muslim bersama Rasulullah merupakan contoh teladan yang paling pantas untuk implementasi dari syariat islam.
Madinah merupakan suatu negara yang baru terbentuk dan tidak memiliki harta warisan sedikitpun. Hal ini diperparah adanya ancaman demi ancaman dari pihak luar yang terus menggeruguti kaum mulimin selepas hijrah dari Makkah ke Madinah. Banyak guncangan dan cobaan serta rintangan yang muncul baik dari dalam maupun pihak luar membuat Hijrahnya kaum muslimin dari Makkah bukan hanya diartikan sebagai melepaskan diri dari cobaan pihak Quraisy di Makkah, melainkan juga sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah masyarakat baru di negeri yang aman. Oleh karena itu, setiap muslim pada saat itu harus mampu, wajib ikut andil dalam mendirikan negara baru ini (Madinah), harus mengerahkan segala kemampuannya untuk menjaga dan menegakkannya.
Tidak dapat disangsikan bahwa Rasulullah adalah pemimpin, komandan dan pemberi petunjuk dalam menegakkan masyarakat ini. Semua krisis dikembalikan kepada beliau tanpa ada yang menentangnya.
Pemerintahan awal Rasulullah di Madinah tergolong sederhana, tetapi telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Dikarenakan landasan perekonomian yang merupakan Al-Quran, karakter perekonomian saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya terhadap keadilan dan pemerataan kerakyatan. Setiap kegiatan harus mencakup konsep maslahat yang bermuara pada ukhuwah islamiyah.
Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah islam. Sumber daya ekonomipun tidak boleh menumpuk pada seseorang saja melainkan harus terbagi-bagi antar masyarakat. Hal ini dilakukan agar masalah gap antara si miskin dan si kaya teratasi pada perekonomian islam di zaman Rasulullah.
Banyak hal-hal strategis yang di lakukan oleh Rasulullah dalam masyarakat baru di Madinah, khususnya tentang perekonomiannya, yaitu :
Membangun Masjid
Sebelum masuk ke Madinah, yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah bersama dengan umat mulim lainnya adalah mendirikan Masjid Quba. Masjid ini bukan hanya untuk beribadah, tetapi juga sebagai sentral kegiatan kaum muslimin. Saat masuk kota Madinah beliau membentuk lembaga persatuan di antara kaum Muhajirin dan Anshar yang diikuti dengan pembangunan Masjid Nabawi yang kemudian menjadi sentral pemerintahan di Madinah. Dengan pembangunan masjid ini, kaum muslimin akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga ikatan persaudaraan dan mahabah semakin terjalin kuat.
Mempersaudarakan di antara Sesama Orang-orang muslimin
Tugas Rasulullah berikutnya adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum Muhajirin (Penduduk Makkah yang hijrah ke Madinah). Sekitar 150 keluarga kaum Muhajirin berada dalam kondisi yang memperhatinkan karena hanya membawa perbekalan ala kadarnya ke Madinah. Mereka hanya bergantung pada mata pencaharian bidang pertanian dan pemerintah belum mempunyai kemampuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada mereka.
Membangun Konstitusi Negara
Tugas berkutnya yang dilakukan Rasulullah SAW adalah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara Madinah yang Muslim maupun bukan Muslim, serta membahas tentang pertahanan dan keamanan negara.
Meletakkan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara
Selanjutnya, Rasulullah SAW meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara bergasarkan ketentuan-ketentuan Al-Quran. Seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan Al-Quran di hapus dan digantikan dengan paradigma yang berbasis nilai-nilai Qurani yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan.
Sistem Ekonomi di Madinah
Dikarenakan Madinah yang merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi, peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang dilakukan Rasulullah merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai agama dan negara dapat berkembang dengan pesat dalam waktu yang relatif singkat.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum muslimin secara bergotong royong dan sukarela berlandaskan ukhuwah.
Setelah perputaran aktivitas ekonomi yang cukup signifikan dari hasil persaudaraan tadi, maka Madinah mulailah mendapatkan Pendapatannya sendiri dan Pengeluarannya sendiri. Pendapatan Madinah bersumber pada pendapatan primer dan sekunder.
Pendapatan Primer pada saat itu adalah pendapatan yang utama oleh negara seperti Zakat dan Ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan dengan pajak. Zakat dan Ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk dalam salah satu pilar islam. Zakat pada zaman Rasulullah dikenakan pada :
Benda logam yang terbuat dari emas, ditentukan berdasar beratnya.
Benda logam yang terbuat dari perak, ditentukan berdasar beratnya.
Berbagai jenis barang dagangan yang sesuai dengan syariat islam, ditentukan berdasar jumlahnya.
Hasil pertanian dan perkebunan, ditentukan berdasarkan nilai jual dan kuantitasnya. Barang inilah yang disebut dengan Ushr.
Luqta (Harta benda yang ditinggalkan musuh)
Barang temuan
Sementara itu, pajak (dharibah) sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Allah SWT kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Allah SWT menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-objek tertentu.
Kemudian, pendapatan sekunder madinah yang memberikan hasil di dapat dari :
Uang tebusan para tawanan perang
Harta karun temuan
Harta benda kaum muslimin tanpa ahli waris (Amwal Fadillah)
Wakaf
Nawaib,yaitu pajak khusus yang dibebankan pada kaum muslimin ayng kaya raya
Zakat Fitrah
Bentuk lainnya seperti Hewan Qurban dan Kifarat (Denda)
Adapun sumber-sumber pengeluaran negara pada saat itu adalah Biaya Pertahana, Penyaluran Zakat dan Ushr, Pembayaran Gaji dan upah, Pembayaran Utang Negara, Bantuan untuk Musafir, hingga persediaan darurat dan sebagainya.
Untuk mengatur jalannya arus kas pemasukan dan pengeluaran negara maka dibentuklah Baitul Mal. Baitul Mal adalah lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Rasulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di Madinah pada masa awal hijriah.
Pertamakalinya berdirinyya Baitul Mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badar seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah: ”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. AL-ANFAL : 1).
Pada masa Rasulullah SAW Baitul Mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.
Dengan demikian terlaksana sudah prinsip-prinsip yang disampaikan dalam Al-Quran mengenai sistem perekonomian yang diaplikasikan pada zaman Rasulullah SAW di Madinah. Kebijakan demi kebijakan yang dimulai Rasulullah SAW inipun menjadi bahan pembelajaran dan untuk melanjutkan tongkat estafet perekonomian islam di zaman khulafaurrasyidin hingga sampai ke titik perekonomian modern seperti sekarang ini.
Posting Komentar